Search This Blog

Kelas X Bab 9: Perilaku Terpuji



I.    ADAB BERPAKAIAN
Pakaian merupakan salah satu nikmat sangat besar yang Allah berikan kepada para hambanya, Islam mengajarkan agar seorang muslim berpakain dengan pakaian islami dengan tuntunan yang telah Allah dan Rasul-Nya ajarkan. Pakaian yang Islami adalah pakaian yang dapat menutup aurat, bagi laki-laki harus dapat menutup bagian tubuhnya antara pusar dan lutut, sedangkan bagi wanita harus dapat menutup seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan.
1.  Adab berpakaian bagi seorang laki-laki
Tentang adab berpakaian bagi seorang laki-laki menurut Islam terlihat dari sabda Nabi berikut ini:
نَهَاتِى رَسُوْلُ اللهِ ص.م.عَنِ التَّخَتُّمِ بِا الذَّهَبِ وَعَنْ لِبَاسِ الْقِسِّىءِ وَعَنْ لِبَاسِ الْمُعَصْفَرِ  (رواه الطبرانى
“Rasulullah SAW pernah melarang aku memakai cincin emas dan pakaian sutra serta pakaian yang dicelup dengan asfar.” (HR. °abran³)
Adab berpakaian bagi seorang laki-laki dengan demikian, adalah:
Pertama, tidak boleh memakai pakaian sutra. Hal ini mengandung sebuah  didikan  moral  yang  tinggi.  Cincin  dan  sutra  dua benda yang identik dengan ”kehalusan dan keindahan” yang menjadi ciri khasnya seorang perempuan. Cincin dan pakaian sutra mengisyaratkan kemewahan dan kelemahgemulaian. Padahal seorang laki-laki diharapkan untuk menjadi pelindung bagi keluarganya, masyarakatnya, dan negaranya. Untuk menjadi seorang pelindung yang baik tentulah harus mempunyai kondisi fisik dan penampilan yang menggambarkan sebuah kekuatan sehingga orang yakin terhadap kemampuannya untuk memberikan perlindungan.
                              Disisi lain, pelarangan ini juga sekaligus sebagai upaya untuk pencegahan terhadap sikap hidup bermewah-mewahan dan pamer (riya), padahal masih banyak rakyat yang menderita dan hidup di bawah garis kemiskinan. Dengan kata lain untuk mengasah kepekaan sosial.
            Kedua, mengenai model pakaian tidak ada aturan yang jelas asalkan menutup aurat, memenuhi unsur tuntutan kesehatan. Akan lebih baik lagi jika unsur estetikanya juga turut diperhatikan.
Ajaran Islam sangat menganjurkan kepada kaum laki-laki untuk mengenakan pakaian yang baik, barsih, sopan, dan menutup aurat.
 Perhatikan Firman Allah SWT berikut ini :   


 

Artinya :  Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat. (QS. Al-A’raf : 26).
Di ayat lain Allah Berfirman :
Artinya :  Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, (QS. Al-‘Araf ; 31)
Dari ayat diatas dapat dipahami bahwa tata cara berpakaian bagi pria adalah sebagai berikut :
1).  Ketika mengenakan pakaian hendaklah niat untuk beribadah kepada Allah SWT, dan ber doa.
Do’a Berpakaian dan Membuka Pakaian : “Allahumma innii asaluka min khoirihi wa khoiri maa huwa lahu, wa a’uudzubika min syarrohi wa syarro maa huwa lahu ”
(wahai Allah, aku memohon kepada-Mu kebajikan pakaian ini dan kebajikan yang disediakan baginya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya dan kejahatan sesuatu yang dibuat untuknya.”) (HR. Ibnu Sunni)
2).  Pakaian yang dipakai wajib menutup aurat, bagi laki-laki minimal menutup pusar dan lutut.
3).  Mendahulukan anggota badan yang kanan ketika hendak memakai pakaian, dan anggota badan yang kiri ketika hendak melepas.
Dalil pokok dalam masalah ini, dari Aisyah Ummul Mukminin beliau mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka mendahulukan yang kanan ketika bersuci, bersisir dan memakai sandal.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4).  Apabila hendak pergi ke Masjid, pakailah pakaian yang baik, bersih, dan rapi. Sebagaimana firman Allah :
 

Artinya :  Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, (QS. Al-‘Araf ; 31)
5).  Warna pakaian yang akan dipakai hendaklah berwarna putih.
Warna pakaian yang dianjurkan untuk laki-laki adalah warna putih. Tentang hal ini terdapat hadits dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kenakanlah pakaian yang berwarna putih, karena itu adalah sebaik-baik pakaian kalian dan jadikanlah kain berwarna putih sebagai kain kafan kalian.” (HR. Ahmad, Abu Daud dll, shahih)
Para lelaki muslim, haram hukumnya menggunakan sutra dan emas, oleh karena itu, dilarang bagi lelaki muslim untuk menggunakan barang-barang diatas, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “sesungguhnya dua benda ini (emas dan sutra) haram atas laki-laki umatku. (HR. Abu Daud)
Dan dalam Islam tidak diperkenankan lelaki memakai pakaian wanita dan sebaliknya wanita tidak diperkenankan memakai pakaian laki-laki
2.      Tata Cara Barpakaian Bagi Wanita
1.  Adab berpakaian bagi seorang perempuan
            Adab berpakaian bagi seorang perempuan dalam Islam tergambar dalam firman Allah QS. an-Nur (24): 31,








 

 “Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang  yang beriman supaya kamu beruntung.”
 Kemudian diperkuat lagi dengan firman Allah QS. al-Ahzab (33): 59,


 

Artinya :. Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab ; 59)
Di dalam sebuah hadis Nabi bersabda yang artinya : “ Sesungguhnya seorang wanita apabila sudah sampai masa baligh (puber) tidaklah boleh memperlihatkan tubuhnya, kecualimuka dan dua tapak tangannya” ( HR. Abu Daud)
Dari kedua ayat dan hadis Nabi di atas dapat disimpulkan bahwa adab berpakaian bagi seorang perempuan menurut Islam adalah:
            Pertama, memakai pakaian yang menutupi seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Kedua, tidak menampakkan (memamerkan) perhiasannya, kecuali yang biasa nampak seperti cincin atau gelang. Ketiga, menampakkan perhiasaan hanya dibolehkan bagi mahram dan suaminya. Keempat memanjangkan kerudung sehingga menutupi dada. Kelima, tidak boleh memakai pakaian yang terlalu tipis sehingga membuat bagian-bagian tubuhnya terlihat membayang. Keenam, tidak boleh memakai pakaian yang terlalu ketat yang membuat lekukan-lekukan tubuhnya terlihat dengan jelas. Ketujuh, dilarang memakai pakaian yang seronok, karena akan membuat mata orang lain terus-menerus tertuju kepadanya, karena dikhawatirkan hal itu akan menimbulkan fitnah dan niat jahat orang lain. Banyak fakta menunjukkan bahwa kejahatan seksual terjadi selain faktor pelaku yang memang mempunyai tabiat jahat bisa juga dipicu oleh pihak korban yang dengan sengaja atau tidak memakai pakaian yang memperlihatkan aurat sehingga memancing perlakuan tak senonoh dari orang lain.
Dari dasar dalil diatas dapat dipahami bahwa Allah SWT menyuruh wanita-wanita beriman agar berpakaian, dengan pakaian yang dapat menutup seluruh auratnya, terutama sekali wanita yang sudah baligh (dwasa)
Dengan demikian tata cara berpakaian bagi wanita adalah :
1).     Ketika mengenakan pakaian hendaklah berniat yang ikhlas, hanya untuk beribadah kepada Allah SWT dan mencari rido-Nya..
2).     Berdoalah sebelum berpakaian, agar pakaian berfungsi untuk ibadah.
Do’a Berpakaian dan Membuka Pakaian : “Allahumma innii asaluka min khoirihi wa khoiri maa huwa lahu, wa a’uudzubika min syarrohi wa syarro maa huwa lahu ”
(wahai Allah, aku memohon kepada-Mu kebajikan pakaian ini dan kebajikan yang disediakan baginya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya dan kejahatan sesuatu yang dibuat untuknya.”) (HR. Ibnu Sunni)
3).     Bagian anggota badan hendaklah ditutup seluruhnya kecuali muka dan telapak tangan
4).     Memanjangkan kerudungnya sampai menutup dada
5).     Mendahulukan anggota badan yang kanan ketika hendak memakai pakaian, dan anggota badan yang kiri ketika hendak melepas.
6).     Warna pakaian yang akan dipakai hendaklah berwarna putih
Tentang Mendahulukan yang Kanan
Di antara sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mendahulukan yang kanan ketika memakai pakaian dan semacamnya. Dalil pokok dalam masalah ini, dari Aisyah Ummul Mukminin beliau mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka mendahulukan yang kanan ketika bersuci, bersisir dan memakai sandal.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam redaksi muslim dikatakan, “Rasulullah menyukai mendahulukan yang kanan dalam segala urusan, ketika memakai sandal, bersisir dan bersuci.”
Mengomentari hadits di atas, Imam Nawawi mengatakan, “Hadits ini mengandung kaidah baku dalam syariat, yaitu segala sesuatu yang mulia dan bernilai maka dianjurkan untuk mendahulukan yang kanan pada saat itu semisal memakai baju, celana panjang, sepatu, masuk ke dalam masjid, bersiwak, bercelak, memotong kuku, menggunting kumis, menyisir rambut, mencabut bulu ketiak, menggundul kepala, mengucapkan salam sebagai tanda selesai shalat, membasuh anggota wudhu, keluar dari WC, makan dan minum, berjabat tangan, menyentuh hajar aswad dan lain-lain. Sedangkan hal-hal yang berkebalikan dari hal yang diatas dianjurkan untuk menggunakan sisi kiri semisal masuk WC, keluar dari masjid, membuang ingus, istinjak, mencopot baju, celana panjang dan sepatu. Ini semua dikarenakan sisi kanan itu memiliki kelebihan dan kemuliaan.” (Syarah Muslim, 3/131)
Adab Memakai Sandal
Yang sesuai sunnah berkaitan dengan memakai sandal adalah memasukkan kaki kanan terlebih dahulu baru kaki kiri. Ketika melepas kaki kiri dulu baru kaki kanan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian memakai sandal, maka hendaklah dimulai yang kanan dan bila dicopot maka hendaklah mulai yang kiri. Sehingga kaki kanan merupakan kaki yang pertama kali diberi sandal dan kaki terakhir yang sandal dilepas darinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Memilih Pakaian Warna Putih
Warna pakaian yang dianjurkan untuk laki-laki adalah warna putih. Tentang hal ini terdapat hadits dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kenakanlah pakaian yang berwarna putih, karena itu adalah sebaik-baik pakaian kalian dan jadikanlah kain berwarna putih sebagai kain kafan kalian.” (HR. Ahmad, Abu Daud dll, shahih)
Dari Samurah bin Jundab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kenakanlah pakaian berwarna putih karena itu lebih bersih dan lebih baik dan gunakanlah sebagai kain kafan kalian.” (HR . Ahmad, Nasa’I dan Ibnu Majah, shahih)
Tentang hadits di atas Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkomentar, “Benarlah apa yang Nabi katakan karena pakaian yang berwarna putih lebih baik dari warna selainnya dari dua aspek. Yang pertama warna putih lebih terang dan nampak bercahaya. Sedangkan aspek yang kedua jika kain tersebut terkena sedikit kotoran saja maka orang yang mengenakannya akan segera mencucinya. Sedangkan pakaian yang berwarna selain putih maka boleh jadi menjadi sarang berbagai kotoran dan orang yang memakainya tidak menyadarinya sehingga tidak segera mencucinya. Andai jika sudah dicuci orang tersebut belum tahu secara pasti apakah kain tersebut telah benar-benar bersih ataukah tidak. Dengan pertimbangan ini Nabi memerintahkan kita, kaum laki-laki untuk memakai kain berwarna putih.
Kain putih disini mencakup kemeja, sarung ataupun celana. Seluruhnya dianjurkan berwarna putih karena itulah yang lebih utama. Meskipun mengenakan warna yang lainnya juga tidak dilarang. Asalkan warna tersebut bukan warna khas pakaian perempuan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan. Demikian pula dengan syarat bukan berwarna merah polos karena nabi melarang warna merah polos sebagai warna pakaian laki-laki.Namun jika warana merah tersebut bercampur warna putih maka tidaklah mengapa.” (Syarah Riyadus Shalihin, 7/287, Darul Wathon)
Pakaian Berwarna Merah
Dari Abdullah bin ‘Amr bin al ‘Ash, Rasulullah pernah melihatku mengenakan pakaian yang dicelup dengan ‘ushfur maka Nabi menegurku dengan mengatakan, “Ini adalah pakaian orang-orang kafir jangan dikenakan”. Dalam lafazh yang lain, Nabi melihatku mengenakan kain yang dicelup dengan ‘usfur maka Nabi bersabda, “Apakah ibumu memerintahkanmu memakai ini?” Aku berkata, Apakah kucuci saja?” Nabipun bersabda, “Bahkan bakar saja.” (HR Muslim)
Dalam hadits di atas Nabi mengatakan “Apakah ibumu memerintahkanmu untuk memakai ini” hal ini menunjukkan pakain berwarna merah adalah pakaian khas perempuan sehingga tidak boleh dipakai laki-laki. Sedangkan maksud dari perintah Nabi untuk membakarnya maka menurut Imam Nawawi adalah sebagai bentuk hukuman dan pelarangan keras terhadap palaku dan yang lainnya agar tidak melakukan hal yang sama.
Dari hadits di atas juga bisa kita simpulkan bahwa maksud pelarangan Nabi karena warna pakaian merah adalah ciri khas warna pakaian orang kafir. Dalam hadits di atas Nabi mengatakan “Sesungguhnya ini adalah pakaian orang-orang kafir. Jangan dikenakan”.
Jawaban untuk permasalahan ini adalah dengan kita tegaskan bahwa yang terlarang adalah kain yang berwarna merah polos tanpa campuran warna selainnya. Sehingga jika kain berwarna merah tersebut bercampur dengan garis-garis yang tidak berwarna merah maka diperbolehkan.
Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar menyebutkan adanya tujuh pendapat ulama tentang hukum memakai kain berwarna merah. Pendapat ketujuh, kain yang terlarang adalah berlaku khusus untuk kain yang seluruhnya dicelup hanya dengan ‘ushfur. Sedangkan kain yang mengandung warna yang selain merah semisal putih dan hitam adalah tidak mengapa. Inilah makna yang tepat untuk hadits-hadits yang nampaknya membolehkan kain berwarna merah karena tenunan yaman yang biasa Nabi kenakan itu umumnya memiliki garis-garis berwarna merah dan selain merah.
Hadis-hadis Nabi SAW banyak menjelaskan tatakrama berhias diri, yaitu :
1). Anjuran untuk mmotong kuku, memendekkan kumis, menyisir rambut, dan merapikan jenggot
2).  Anjuran untuk berharum-haruman dengan wewangian yang menyenangkan kati, melegakan dada, menyegarkan jiwa, serta membangkitkan tenaga dan gairah kerja.
3).  Larangan mencukur botak sebagian kepala, dan sebagian lainnya tidak dicukur/dibiarkan tumbuh
4).  Larangan berhias diri dengan mengubah apa yang telah diciptakan Allah SWT, misalnya mengeriting rambut, memakai cemara (menyambung rambut), mencukur alis mata, membuat tahi lalat palsu, dan larangan bertato
5).  Laki-laki dilarang berhias diri hingga menyerupai perempuan dan sebaliknya.
II.   Adab dalam Berhias
1.    Pengertian Adab dalam Berhias
Adab dalam berhias hampir sejalan dengan adab dalam berpakaian. Berhias, asal dilakukan dengan wajar dan tidak berlebihan pada dasarnya dibolehkan dalam ajaran Islam, bahkan dianjurkan asal menaati aturan-aturan yang telah digariskan. Karena, seperti kata Rasulullah dalam sabdanya yang juga telah disebutkan sebelumnya, Allah sendiri adalah penyuka keindahan,
اِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُُّ الْجَمَالَ وُ يُحِبُّ مَعَالِىَ اْلأَخْلاَق وَيَكْرَهُ  سَفَاسِفَهَا
(رواه التبرانى فى كتابه معجم الأوساط)
“Sesungguhnya Allah itu Indah dan Dia mencintai keindahan, Dia mencintai akhlak yang mulia dan membenci perilaku yang tercela.” (HR.  at-°abran³ dalam kitabnya Mu’jam al-Aus±¯ dengan sanad dari Jabir r.a.)
2.   Contoh-contoh Adab dalam Berhias
Islam memberikan aturan-aturan dalam hal berhias, antara lain sebagai berikut:
1).  Laki-laki dilarang memakai cincin emas, sebagaimana sabda Nabi yang telah dijelaskan sebelumnya.
2).  Dilarang bertato dan mengikir gigi.
Pada zaman Jahiliah, bertato banyak dilakukan oleh wanita-wanita Arab dalam bentuk ukiran-ukiran dengan warna biru di hampir semua bagian tubuhnya, termasuk muka dan tangan. Zaman sekarang, bertato lebih banyak dilakukan oleh laki-laki. Bagi sebagian besar laki-laki dan dalam pandangan masyarakat pada umumnya tato adalah perlambang ke-”macho”-an. Pertanda kehebatan bahkan kepremanan seorang laki-laki.
Sedangkan mengikir gigi maksudnya memendekkan dan merapikan gigi, dengan maksud agar kelihatan cantik dan rapi. Rasulullah bersabda:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م.اَلْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ وَالْوَاشِرَةَ وَالْمُسْتَوْشِرَةَ.(رواه الطبرانى)
”Rasulullah SAW melaknat perempauan yang menato dan minta ditato,yang mengikir gigi dan yang meminta dikikir.” (HR. °habran³)    
3).  Dilarang menyambung rambut
Selain hadi£ tentang larangan menyambung rambut yang telah disebutkan sebelumnya, dalam riwayat lain juga Rasulullah bersabda:
سَأَلْتُ أِمْرَأَةٌ النَّبِيَ ص.م. فَقَالَتْ يَا رَسَوْلُ اللهِ أِنَّ ابْنَتِي أَصَابَتْهَا الْحِصْيَةُ فَأَمْرَقَ شَعْرُهَا وَأِنِّي زَوَّجْتُهَا أَفَأَصِلُ فِيْهِ؟ فَقَالَ:لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُصْتَوْصِلَةَ. (رواه البخارى)
“Seorang perempuan bertanya kepada nabi SAW: ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya anak saya tertimpa suatu penyakit sehingga rontok rambutnya, dan saya ingin menikahkan dia. Apakah boleh saya menyambung rambutnya?’ Jawab Nabi SAW: ‘Allah melaknat perempuan yang menyambung rambutnya dan meminta disambungkan rambutnya.” (HR. Bukhori)
4).  Jangan berhias secara berlebihan
Islam membolehkan berhias, tapi  kalau dilakukan dengan berlebihan dan tidak wajar, itu adalah perbuatan yang melampau batas (tabzir). Perbuatan melampaui batas akan menyeret kepada sikap sombong dan suka bermegah-megahan. Padahal sikap seperti itu adalah sikap setan la’natullah. Allah berfirman:


 

  
 Artinya : “… dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan sesungguhnya setan itu sangat ingkar terhadap Rabb-nya.” (QS. al-Isra’ [17]: 26 – 27)
      Akan lebih berbahaya lagi jika berhias secara mencolok dan berlebihan tersebut ditujukan untuk menarik perhatian laki-laki lain (selain suami sendiri). Hal itu bisa menimbulkan fitnah dan bahaya besar dalam kehidupan bermasyarakat. Adapun berhias (secara wajar) yang ditujukan untuk menarik perhatian dan kasih sayang suami adalah hal yang baik untuk dilakukan, dan para suami pantas untuk mendapatkannya. Nabi SAW bersabda :
اَلدُّنْيَا مَتَاعٌ وَ خَيْرُ مَتَاعِهَا اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ (رواه التبرانى)
“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri yang ¡ali¥ah.” (HR. At Thabroni dari Salman r.a.)
III. ADAB DALAM PERJALANAN
1.   Tata Krama di Jalan Raya.
Orang yang beriman hendaknya mentaati perintah Allah dan peirntah Rasul-Nya, serta mentaati perintah dari pemerintah yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Sebagaimana firman-Nya :


 

Artinya : “... Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An-Nisa’ ; 59)
Termasuk taat kepada pemerintah adalah mentaati aturan lalulintas jalan raya. Karena jalan raya adalah milik umum/orang banyak maka dalam menggunakan jalan harus memperhatika keselamatan orang lain sesama pengguna jalan.
Demi keselamatan bersama maka pemerintah membuat peraturan untuk pengguna jalan raya yang harus ditaati, yaitu :
Bagi pejalan kaki  hendaknya :
1).  berjalan disebelah kiri jalan dan di trotoar
2).  menyeberang di jembatan penyeberangan atau di zebracross
3).  menunggu lampu hijau bagi penyeberang atau saat yang aman untuk menyeberang
4).  menjaga sopan santun dan tidak melakukan tindakan yang mengganggu ketertiban umum
Bagi pengemudi kendaraan bermotor hendaknya :
1). memerhatikan dan mentaati rambu-rambu lalu lintas
2).  melengkapi perlengkapan berkendaraan, seperti SIM, STNK, dan helm (bagi pengendara sepeda motor)
3).  mengemudi dalam batas kecepatan yang sesuai dengan keadaan jalan raya,
4).  tidak membuang sampah sembarangan.
2.  Tata Krama bagi Para Penumpang Kendaraan Umum
 Bagi para penumpang kendaraan umum seperti Bus dan atau kereta api, hendaknya memperhatikan dan melaksanakan tata krama antara lain :
1). bermanis muka dan bertutur kata yang baik terhadap para penumpang yang lainnya.
2).  bersikap hotmat kepada penumpang yang lain, terutama kepada yang lebih tua.
3).  saling tolong menolong dengan sesama penumpang yang lain.
4).  jangan melakukan perbuatan-perbuatan yang mengganggu dan merugikan para pemunpang lain
IV.  ADAB BERTAMU DAN MENERIMA TAMU
1.   Adab Bertamu
Dalam kehidupan sehari-hari atau bermasyarakat sudah barang tentu orang yang satu dengan yang lainnya terjadi saling mengunjungngi. Berkunjung ke rumah orang baik karena ada kepentingan yang sangat perlu maupun sekedar silaturrahmi ini dinamakan “bertamu”.
Bertamu dengan maksud  yang baik  dilandasi dengan niat karena Allah SWT, bersilaturrahmi untuk mempererat tali persaudaraan antra sesama muslim sangat dianjurkn oleh ajaran Islam,
Rosulullah SAW bersabda :
Artinya : Dari Abu Hurairah ra. bahwa ia berkata : “ saya mendengar Rosulullah SAW bersabda : Barang siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia melakukan silaturrahmi”. (HR. Bukhari dan Muslim); dan diriwayatkan oleh Timidzi dengan kalimat : “sesungguhnya silaturrahmi itu menimbulkan cinta kasih di kalangan famili, merupakan sumber kekayaan dan menyebabkan umur panjang”.
Dalam ajaran Islam orang yang bertamu itu harus memperhatikan dan melaksanakan tatakrama, sesuai dengan petunjuk-petunjuk Allah SWT dan Rasul-Nya. Adapun adab bertamu itu antara lain :
!).      Dalam bertamu didahului dengan niat untuk melaksanakan sunnah Rasul dan beribadah kepada Allah. Apabila ada keperluan sampaikan dengan cara yang baik. Sebaik-baiknya tamu adalah yang membawa kabar gembira dan menyenangkan tuan rumah yang didatangi.
2)      Sebelum berkunjung sebaiknya memberitahu dahulu bahwa kita mau bersilaturrahmi, baik melalui tepoh, SMS, surat maupun yang lainnya.
3).     Menggunakan pakaian yang sopan, rapi, dan menutup aurat dan berpenampilan yang Islami.
   4).     Usahakan dalam bertamu itu ketika orang yang ditamuni dalam keadaan tenggang waktu. Jangan bertamu apabila orang yang ditamuni itu dalam keadaan sibuk, sedang tidur, dan waktu makan, karena apabila bertamu dan orang yang ditamuni itu sedang dalam keadaan tidak memungkinkan akan dapat mengganggu yang di tamuni.
 5).    Ketika bertamu terlebih dahulu sebelum masuk memberi isyarat dengan salam, mengetuk pintu atau membunyikan bel, atau yang lainnya.
            Nabi bersabda :
            Artinya : Apabila seseorang bertamu lalu minta izin (mengetuk pintu atau mengucap salam) sampai tiga kalidan tidak ditemui (tidak dibukakan pintu), maka hendaklah dia pulang. (HR. Bukhari dan Muslim)
6).     Dalam bertamu, kalau memeang harus menginap,usahakan jangan sampai lebih dari tiga hari. Karena hal itu dapat mengganggu atau memberatkan tuan rumah. Rasulullah SAW bersabda :
         Artinya : “ Bertamu itu selama tiga hari” (HR. Bukhari dan Muslim)
7)      Hendaknya bersikap dan bertuturkata yang sopan, sehingga orang yang dikunjungi merasa senang serta menaruh hormat kepada tamunya.
8).     Jangan bertamu kepada orang wanita yang suaminya sedang tidak berada di rumah, karena dapat menimbulkan fitnah.
2.   Adab Menerima Tamu.
Dalam kehidupan bermasyarakat seseorang pernah bertamu dan pernah pula menerima tamu. Dalam menerima tamu hendaknya sesuai dengan tatakrama yang sudah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah SAW bersabda :
         Artinya : “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat hendaklah memulikan tamunya”. (HR. Bukhari dan Muslim )
Adab dalam menerima tamu adalah sebagai berikut :
1).     Segaralah membukakan pintu bila ada tamu datang, menjawab salam serta segera mempersilahkan masuk. Dengan sikap  yang baik dan muka yang menyenagkan
2).     Tuan rumah menyambut tamu dengan pakaian yang sopan dan menutup aurat     Karena kedatangan tamu akan membawa manfaat tersendiri.
         Rasulullah SAW bersabda :
         Artinya : “apabila tamu telah masuk ke rumah seseorang maka ia masuk dengan membawa rizkinya dan jika ia keluar membawa pengampunan bagi tuan rumah dan keluarganya”.(HR. Ad-Dailami dari Annas)
3).     Tamu hendaklah dijamu, paling tidak disuguhi minuman atau makanan ringan.
Rasulullah SAW bersabda
Artinya : “ Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah memuliakan tamunya. Dan bertamu itu tiga hari, adapun selebihnya adalah termasuk sedekah “.
4).     Tamu hendaklah diterima dengan rasa syukur dan rasa senang serta dengan wajah yang ceria
5).     Bila tamu yang datang itu tidak kita inginkan, jangan sekali-kali menunjukkan sikap yang membuatnya tersinggung. Jika ingin menolaknya, maka tolaklah denga cara yang bijaksana.
6).     Jika tamu telah berpamitan akan pulang, antarkanlah tamu sampai pintu rumah atau (pagar), karena hal tersebut termasuk sunnah.
Rangkuman :
·         Sebagai seorang muslim dalam bergaul dan bermasyarakat dituntut untuk bersikap dan berperilaku yang Islami, misalnya : dalam cara berpakaian dan berhias diri, juga dalam cara bertamu dan menerima tamu
·         Pakaian yang sesuai dengan tatakrama islam adalah yang dapat memenuhi fungsinya yaitu dapat menutup aurat, menambah keindahan fisik pemakaianya, dan menunjukkan identitas pemakainya adalah orang Islam
·         Berhias diri yang sesuai dengan tatacara islam adalah yang berpedoman kepada Al-Quran dan hadits.
·         Diantara ciri orang yang beriman adalah menghormatu tamu, maka menghormati tamu hukumnya wajib bagi orang Islam
·         Bertamu yang baik adalah yang sesuai dengan tata cara Islami, yaitu diniati beribadah kepada Allah SWT, dan berpakaian yang sopan (menutup aurat)
·         Dalam bertamu jangan sampai merepotkan tuan rumah, sehingga jika akan bermalam jangan sampai melebihi tiga hari.
·         Sebagai orang Islam yang baik jika bepergian hendaklah mentaati aturan jalan raya atau aturan lalu lintas dengan disiplin. Baik bagi pejalan kaki ataupun sebagai pengendara kendaraan bermotor. >

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

FB Comments