Search This Blog

Kelas VII: Meneladani Sifat umar bin khattab

Sebagai khalifah kedua khulafaur rasyidin (13-23 H atau 634-644 M), ada banyak keteladanan yang bisa kita contoh dari Umar bin Khattab. Umar bin Khattab dilahirkan di kota Mekkah. Ia berasal dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi, dan ibunya Hantamah binti Hasyim. Umar dikenal sebagai seorang yang istimewa, sebelum masuk Islam dia adalah orang yang sangat disegani dan dihormati penduduk Mekkah dan menjadi penentang utama Islam, tetapi setelah masuk Islam ia menjadi musuh utama para penentang Islam yang ditakuti. Muhammad Farkhan Mujahidin dosen Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta menerangkan, keberanian Umar bin Khattab menantang orang-orang kafir Quraisy ditunjukkan dengan perkataannya yang menggetarkan. "Siapa yang ingin istrinya menjadi janda, anaknya menjadi yatim, maka halangilah saya untuk hijrah." Maka, tak seorang pun yang berani menghalangi Umar melakukan hijrah, Sikap berani dan tegas Umar bin Khattab tidak saja ditunjukkan dalam melakukan perlawanan dan ancaman kepada orang-orang kafir, tetapi juga tindakan tegas dalam memecat Khalid bin Walid sebagai panglima perang yang selalu meraih kemenangan dalam beberapa pertempuran. Dikisahkan di dalam sejarah pertempuran di Yarmuk yang terjadi pada bulan Jumadil Akhir tahun 13 H, merupakan pertempuran terdahsyat yang sangat menentukan nasib wilayah Suriah dan Palestina. Khalid bin Walid sebagai panglima saat itu tiba-tiba dihentikan oleh Umar bin Khattab dan digantikan oleh Abu Ubaidah bin Jarrah. Hal itu dikhawatirkan Umar jika umat Islam terlalu mendewakan Khalid bin Walid yang telah berhasil memimpin pasukannya. Khalid bin Walid dikisahkan sebagai seorang yang kelewat bernafsu di medan tempur dan tidak menimbang nyawa. Itulah salah satu faktor yang menyebabkannya dipecat. Umar berkata kepada Khalid, "Saya memecat Anda bukan karena ragu akan kemampuan Anda, tetapi karena orang-orang telah terpesona oleh Anda, hingga Anda akan didewakan orang." Kultus inilah yang dikhawatirkan Umar bin Khattab, karena akan menganggu keikhlasan Khalid dalam berjihad. Meskipun belakangan diketahui bahwa hal itu diterima dengan lapang dada oleh Khalid bin Walid dengan mengatakan, “Saya berjihad bukan karena Umar, tetapi karena Allah,” sebagaimana dikutip dari buku Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin halaman 144-145 karya Joesoef Sou’yb (1979). Khalid sadar bahwa betapa pun dirinya melakukan sesuatu hingga bersimbah peluh, berkuah keringat, habis tenaga dan terkuras pikiran, jika hal itu dilakukan karena Umar maka tidak akan ada nilainya di hadapan Allah. Kesederhanaan Umar bin Khattab Dalam kehidupan sehari-hari Umar juga menunjukkan kesederhanaan yang jarang ditunjukkan oleh pemimpin zaman sekarang. Perilaku beliau dalam cara berpakaian menunjukkan praktik kesederhanaan hidup yang sulit dibedakan dengan orang-orang lain. Umar memakai pakaian bertambal yang sulit membedakannya secara fisik dengan gaya hidup masyarakat umum yang dipimpinnya. Beliau juga pantang menikmati kelezatan makanan jika rakyatnya belum merasakannya. Pada suatu hari, Umar menerima bingkisan makanan dari pembesarnya di daerah. Kepada utusan itu, Umar menanyakan, "Apa ini?" "Makanan ini biasa dibikin oleh penduduk Azerbaijan," ujar utusan itu. "Dan sengaja dikirim untuk Anda dari 'Atabah ibn Farqad (Gubernur Azerbaijan)." Umar mencicipinya dan rasanya enak sekali. Beliau bertanya lagi kepada utusan tersebut, "Apakah seluruh kaum Muslim di sana menikmati makanan seperti ini?" "Tidak, makanan ini hanya untuk golongan tertentu," jawab utusan itu. Umar menutup kembali wadah makanan itu dengan rapi, kemudian bertanya pada utusan, "Di mana untamu? Bawalah kembali kiriman ini serta sampaikan pesan Umar kepadanya: "Takutlah kepada Allah dan kenyangkanlah kaum Muslim terlebih dahulu dengan makanan yang biasanya kamu makan." Sebagai khalifah, Umar pun dikenal sangat menekankan prinsip kesederhanaan terhadap pejabat bawahannya. Khuzaymah ibn Tsabit berkata, "Jika Umar mengangkat seorang pejabat, ia akan menuliskan untuknya perjanjian dan akan mensyaratkan kepada pejabat itu untuk: tidak mengendarai kuda (yang pada waktu itu menjadi kendaraan mewah); tidak memakan makanan yang berkualitas tinggi; tidak memakai baju yang lembut dan empuk; dan tidak pula menutup rumahnya bagi orang-orang yang membutuhkan dirinya. Jika itu dilakukan, ia telah bebas dari sanksi." Umar bin Khattab juga dikenal sebagai seorang pemimpin yang penuh dedikasi dan tanggung jawab terhadap rakyatnya. Tidak saja kepada mereka yang kaya atau pejabat, tetapi juga kepada yang miskin. Hal ini dibuktikan dengan perhatian dan pengawasannya akan situasi dan kondisi rakyatnya. Pernah suatu ketika beliau melihat seorang ibu yang sedang membohongi anaknya yang kelaparan dengan pura-pura menanak beras, padahal batu yang ada dalam wadah tersebut. Melihat hal tersebut Umar mengambil gandum dan beliau pikul sendiri. Bahkan ketika pengawalnya menawarkan untuk memikulnya, Umar mengatakan, "Apakah kamu akan menjerumuskan aku ke dalam neraka karena telah menelantarkan rakyatku dan membiarkannya kelaparan?" Tindakan dan ucapan ini menjadi bukti tanggung jawab Umar yang benar-benar memahami tugas dan kewajiban pemimpin dan hak-hak rakyat yang harus didahulukan, bukan sebaliknya. >

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

FB Comments